Jumat, 08 Juni 2012

makalah tentang diabetes melitus


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit yang berbahaya yang kerap disebut sebagai silent killer selain penyakit jantung, Orang lazim menyebutnya sebagai penyakit gula atau kencing manis.Sebelum menjelaskan lebih lanjut soal penyebab dan cara perawatan pasien diabetes melitus ada baiknya kita simak dulu definisi mengenai diabetes melitus itu sendiri.
Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Gangren adalah nekrosis yang di sertai pembusukan jaringan, yang sering sebagai akibat kerja kuman tertentu, misalnya Klostridia.Jaringan yang terkena tampak berwarna hitam karena penimbunan senyawa sulfida, besi dari Hb yang rusak.Jadi nekrosis isemik bagian distal anggota tubuh dapat menjadi gangren bila mengalami infeksi yang sesuai.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa Definisi Dan Penyebab dari Gangren?
2. Apa Definisi Dan Penyebab Dari Diabetes Melitus?
3. Bagaimana Patofisiologi Diabetes Melitus?
4. Bagaimana Tanda Dan Gejala Diabetes Melitus?
5.Bagaimana Penatalaksanaan Diabetes Melitus?
6.Bagaimana Konsep Dasar Nyeri( Pengertian, Fisiologi, Klasifikasi, Etiologi )?





1.3.Tujuan
Adapun Tujuannya Yaitu :
1. Mengetahui Definisi Dan Penyebab dari Gangren.
2. Mengetahui Definisi Dan Penyebab Dari Diabetes Melitus.
3. Mengetahui Patofisiologi Diabetes Melitus.
4. Mengetahui Tanda Dan Gejala Diabetes Melitus.
5. Mengetahui Penatalaksanaan Diabetes Melitus.
6. Mengetahui Konsep Dasar Nyeri( Pengertian, Fisiologi, Klasifikasi, Etiologi ).

1.4. Manfaat

Manfaatnya yaitu :
Ø  Kami sebagai mahasiswa dapat mengetahui mulai dari definisi, penyebab, patofisiologi, tanda dan gejala, Penatalaksanaan, serta konsep dasar nyeri dari diabetes mellitus.
Ø  Selain  kami juga dapat mengetahui Asuhan Keperawatan dari Contoh Kasus Diabetes Mellitus.















BAB II
PEMBAHASAN

DIABETES MELITUS (DM)

A.    Definisi Ganggren
Gangren adalah nekrosis yang di sertai pembusukan jaringan, yang sering sebagai akibat kerja kuman tertentu, misalnya Klostridia. Jaringan yang terkena tampak berwarna hitam karena penimbunan senyawa sulfida, besi dari Hb yang rusak.Jadi nekrosis isemik bagian distal anggota tubuh dapat menjadi gangren bila mengalami infeksi yang sesuai.
Nekrosis adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh iskemia, metabolik, trauma.Kematian sel atau jaringan pada mikroorganisme hidup disebut nekrosis, tidak terikat pada penyebabnya. Merupakan proses patologis setelah terjadi cedera sel dan sering mengenai suatu jaringan yang padat.

B.     Penyebab
Disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang; perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar); proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999). pada gangren diabetik adalah streptococcus (Soeatmaji, 1999).

C.    Diabetes Mellitus
1.      Definisi
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.

2.      Penyebab
a.       Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan :kurangnya produksi insulin (diabetes mellitus tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis diabetes mellitus yang juga disebabkan oleh resistansi insulin yang terjadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif. Diabetes mellitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan.
b.      Pemahaman dan partisipasi pasien sangat penting karena tingkat glukosa darah berubah terus, karena kesuksesan menjagagula darahdalam batasan normal dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Faktor lainnya yang dapat mengurangi komplikasi adalah: berhentimerokok, mengoptimalkan kadar kolesterol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontroltekanan darah tinggi, dan melakukanolah ragateratur.
Gejala-gejala diabetes mellitus :
a.       Gejala akut
Pada permulaan :
·         Banyak makan (poifagia)
·         Banyak minum (polidipsia)
·         Banyak kencing (poliuria)
Penderita menunjukan berat badan terus naik dan tambah gemuk karena jumlah insulin masih mencukupi
b.      Gejala kurang insulin :
·         Polidipsia dan poliuria
·         Nafsu makan berkurang
·         Kadang timbul rasa mual jika glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai :
·         Banyak minum dan kencing
·         BB turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu
·         Mudah lelah
·         Bila tidak diobati penderita akan merasa mual bahkan akan jatuh koma disebut koma diabetic akibat glukosa terlalu tinggi > 600 mg/dl.
c.       Gejala kronik
Gejala ini biasa muncul sesudah beberapa bulan atau tahun mengidap DMGejala antara lain :
·         Kesemutan
·         Kulit terasa panas atau seperti di tusuk jarum
·         Rasa tebal di kulit
·         Kram
·         Capai
·         Mudah ngantuk
·         Mata kabur (sering ganti kaca mata)
·         Gatal disekitar kemaluan terutama wanita
·         Para ibu hamil sering mengalami keguguran dengan berat badan lahir 4 kg
·         Kepekaan genetic
·         Peristiwa lingkungan (benda asing) mengawali proses pada individu yang peka
·         Respon radang pancreas yang disebut “ insulitis”. Sel yang menyerbuk pulau-pulau adalah limfosit T aktif
·         Aktifasi auto imunitas. Perubahan pada permukaan sel-sel beta, sehingga oleh sistenm imun dikenal seabagai “ non-self” (asing)
·         Timbul respon imun. Antibody sitotoksit menyerang sel beta (lebih dari 90%) à DM
d.      Stadium
1.      Stadium luka
a)      Anatomi kulit
·         Partial Thickness : hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis paling atas.
·Full Thickness : hilangnya lapisan sub kutan.
Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan epidermis
Stadium II : hilangnya lapisan epidermis/lecet sampai batas dermis paling atas.
Stadium III : rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan sub kutan
Stadium IV : rusaknya lapisan sub kutan hingga otot dan tulang
b)      Warna dasar luka
·         Red/merah : (pink/merah/merah tua) disebut jaringan sehat, granulasi/epiteisasi, vaskulerisasi
·         Yellow/kuning : (kuning muda/kuning kehijauan/kuning tua/kuning kecoklatan) disebut jaringan mati yang lunak, fibrinolitik, slough, avaskularisasi.
·         Black/hitam : jaringan nekrosis, avaskularisasi
c)      Stadium Wagner untuk luka diabetic
1.      Superficial ulcers
·         Stadium O : tidak terdapat lesi. Kulit dalam keadaan baik, tapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol/charcot arthropathies
·         Stadium I : hilang lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang tampak menonjol.
2.      Deep ulcers
·         Stadium II : lesi terbuka dengan penetrasi ke tulanh atau tendon (dengan goa)
·         Stadium III : penetrasi dalam, osteomyelitis, pyarthrosis, plantar abses atau infeksi hingga tendon.
3.      Gangren
·         Stadium IV : gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab/kering.














3.      Patofisiologi
                                                             Defisinsi Insulin
 

                                                Glukagon                           penurunan pemakaian
                                                                                          Glukosa oleh sel
 

                                        Glukoneogenesis                      hiperglikemia
 

                                   Lemak                    protein                   glycosuria
                                         
                                   Ketogenesis             BUN               Osmotik diuresis
Kekurangan
Volume cairan
 
                                 Ketonemia           nitrogen urine             dehidrasi
                                     
           Mual muntah             Ph                                                    Hemokonsentrasi
Resti Ggn Nutrisi
Kurang  dari kebutuhan
             
                                 Asidosis                                                   Trombosis

§  Koma                                                    Aterosklerosis
§  Kematian
                                        
                                                                           Makrovaskuler              Mikrovaskuler
                                                      
                                                                                                                Retina          Ginjal
                                                               Jantung     serebral   ekstremitas
                                                                                                                Retinopati    nefropati
                                                    Miokard infrak     stroke     gangrendiabetik


Ggn. Integritas kulit
                                                     Ggn.penglihatan  gagal                Ggn. Penglihatan Gagal
Resiko injury
                                                                                                                                        ginjal


4.      Tanda dan Gejala

Gejala umum penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan yang timbul adalah berupa kesemutan atau keram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat.Akibat dari keluhan ini, apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan.Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa nyeri sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan menjalar dengan cepat (Subjahyo A,1998). Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh. Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak serta adanya bau yang semakin tajam.

5.      Penatalaksanaan
Pengobatan dan Perawatan Luka
Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan dilakukan. Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain :
·      Mengurangi atau menghilangkan factor penyebab
·      Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab
·      Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyerta)
·      Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
Perawatan luka diabetic :
1)      Mencuci luka
Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjaadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline. (Gitarja, 1999; ).

2)      Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka. Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis). Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan sistem autolysis dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara teraman dilakukan pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk menghindari resiko infeksi.(Gitarja W, 1999).
Membuang jaringan nekrosis/slough (support autolysis ), kontrol terhadap infeksi/terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost effektive). Jenis balutan: absorbent dressing, hydroactive gel, hydrocoloid. (Gitarja, 1999; hal. 16).
Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb lebih 12 g/dl dan albumin darah dipertahankan lebih 3,5 g/dl. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara ketat, Karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar sembuh.
Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan kerja sama antara dokter, perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan serendah-rendahnya. Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dimana masing masing profesi mempunyai peranan yang saling menunjang.
Dalam memberikan penyuluhan pada penderita ada beberapa petunjuk perawatan kaki diabetik (Sutjahyo A, 1998; hal. 8).
·      Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan jangan bertelanjang kaki bila berjalan
·      Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki
·      Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau jamur pada kuku kaki

Pemilihan Jenis Pengobatan
·         Terapi Antibiotika
Pemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat kuman gram positip dan gram negatip.Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman.(Sutjahyo A, 1998; hal. 8).
·         Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik biasanya diberikan diet B1 dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori protein. (Tjokroprawiro, A, 1998; hal. 26).
·         Pemilihan jenis balutan
Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi eksudat / cairan luka yanag keluar berlebihanair yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 sampai 30 derajat Celsius dan diukur dulu dengan thermometer.
Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas
Langkah langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah yang harus dilakukan, yaitu :
-          Hindari kebiasaan merokok
-          Hindari bertumpang kaki duduk
-          Lindungi kaki dari kedinginan
-          Hindari merendam kaki dalam air dingin
-          Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai atau daerah tertentu.
-          Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan atau tanda-tanda radang, sehingga dilakukan tindakan awal.
-          Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream.

 

 

KONSEP DASAR NYERI

 

A.    Pengertian Nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).Menurut InternationalAssociation for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
B.     Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
1.      Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.

2.      Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya.Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, i=skemia dan inflamasi.

C.    Klasifikasi Nyeri
1.      Menurut Tempat
a.       Periferal Pain
1)      Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
2)      Deep Pain (Nyeri Dalam)
3)      Reffered Pain (Nyeri Alihan)
Nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.
b.       Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang otak dll
c.       Psychogenic Pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis.
d.      Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
e.       Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.
2.      Menurut Sifat
a.       Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
b.       Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c.       Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya menetap 10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
d.      Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.
3.      Menurut Berat Ringannya
a.       Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
b.      Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c.       Nyeri Berat: dalam intensitas tinggi
4.      Menurut ada/ tidaknya nosisepsi
a.       Nyeri nosiseptif
a)      Nyeri somatik
b)     Nyeri viseral
b.      Nyeri non-nosiseptif
c.       Nyeri neuropatik
5.      Menurut gambaran kliniknya
a.       Nyeri fisiologik
b.      Nyeri patologik (nyeri klinik)
6.      Menurut Waktu Serangan
Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan tipe nyeri. Pada tahun 1986, The National Institutes of Health Concencus Conference of Pain mengkategorikan nyeri menurut penyebabnya. Partisipan dari konferensi tersebut mengidentifikasi 3 (tiga) tipe dari nyeri : akut, Kronik Malignan dan Kronik Nonmalignan.
Nyeri akut timbul akibat dari cedera akut, penyakit atau pembedahan. Nyeri Kronik Nonmalignan diasosiasikan dengan cedera jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh. Nyeri yang berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif disebut Chronic Malignant Pain. Meskipun demikian, perawat biasanya berpegangan terhadap dua tipe nyeri dalam prakteknya yaitu akut dan kronis. Dimana hal ini seperti yang dikemukakan oleh Carpenito (2000) berdasarkan penyebab, lama dan munculnya nyeri dibedakan atas:
1)      Nyeri Akut
Nyeri akut sebagai kumpulan pengalaman yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan sensori, persepsi dan emosi serta berkaitan dengan respon autonomic, psikologok, emosional dan perilaku. Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut baisanya menunjukkan gejala-gejala antara lain : perspirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, dan pallor
2)      Nyeri Kronis
Nyeri kronk adalah situasi aatu keadaan pengalaman nyeri yang menetap atau kontinyu selama beberapa bulan atau athun setelah fase penyembuhan dari suatu penyakit. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan klien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan.

Nyeri Akut
Nyeri Kronik
1.      Terjadi mendadak atau perlahan.
2.      Intensitas: ringan sampai dengan berat.
3.      Lamanya mencapai 6 bulan.
4.      Respon sistem saraf simpatis:
a.       Denyut nadi meningkat
b.      Respiratori rate  meningkat.
c.       Tekanan darah meningkat.
d.      Diaporesis
e.       Dilatasi pupil.
5.      Berhubungan dengan injuri jaringan dan penyembuhan
6.      Respon prilaku:
a.    Mengeluh; Merintih; Menangis
b.   Meraba area nyeri
c.    Kelelahan
7.      Dapat menimbulkan kecemasan.
8.      Contoh: colik renal, nyeri posoperasi, nyeri tusuk jarum, dll.
1.      Terjadi lebih lambat.
2.      Intensitas: ringan-berat.
3.      Lebih dari 6 bulan.
4.      Respon sistem saraf para-simpatis:
a.       Pupil normal/dilatasi
b.      Vital sign normal.
5.      Berlanjut melampaui masa penyembuhan.
6.      Mungkin tidak memperlihatkan perubahan perilaku yang menunjukan adanya nyeri.
7.      Sukar diingat kapan nyeri pertama kali timbul.
8.      Dapat menyebabkan depresi dan menarik diri.
9.      Tidak mengeluh nyeri, jika tidak ditanya.
10.  Contoh: nyeri kanker, nyeri arthritis, dll.


Skala nyeri dapat dibagi menjadi nyeri rendah (1-3), nyeri sedang (4-6), nyeri berat (7-9) dan nyeri hebat (10). Tipe lain nyeri:
Tipe Nyeri
Deskripsi
Contoh
Nyeri Sebar
(radiating pain)
Dirasakan pada sumber nyeri dan meluas ke jaringan di-sekitarnya.
Nyeri cardiac/angina
(nyeri ini tidak hanya dirasakan didalam dada tetapi juga menyebar ke bahu kiri dan lengan kiri)

Nyeri Alih
(refered pain)
Nyeri dirasakan pada suatu bagian tubuh yang sangat jauh dari jaringan  penyebab nyeri tersebut
Nyeri dari suatu bagian visceral abdomen mungkin akan dirasakan pada  area kulit yang jauh dari organ penyebab nyeri
Nyeri Membandel
(intractabel pain)
Nyeri yang sangat resisten untuk dihilangkan
Nyeri berat akibat keganasan
Nyeri Phantom
nyeri yg dirasakan pd bag tubuh yg sudah tidak ada (amputasi kaki)
Akibat stimulasi dendrite
Terjadi pd klien yg mengalamio nyeri sebelum bagian tubuhnya diamputasi




D.    Etiologi
1.      Trauma
a.       Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
b.      Thermis
Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air.
c.       Khemis
Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat
d.      Elektrik
Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2.      Neoplasma
a.       Jinak
b.      Ganas
3.      Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya : abses
Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
4.      Trauma psikologis

E.     Stimulus nyeri
Jenis Stimuli Nociceptor dan Dasar Fisiologisnya
Tipe stimulus
Dasar fisiologis
a)    Mekanik

1)      Trauma pada jaringan tubuh.
Kerusakan jaringan; iritasi langsung reseptor nyeri; inflamasi
2)      Perubahan jaringan tubuh.
Menekan reseptor nyeri
3)      Sumbatan duktus tubuh.
Distensi lumen duktur
4)      Tumor
Menekan reseptor nyeri; iritasi ujung saraf
5)      Spasme otot.
Terjadi stimulasi reseptor nyeri
b)   Termal:
       Dingin dan panas yang    ekstrim

Destruksi pd jaringan; stimulasi reseptor nyeri
c)    Kimia

1)      Iskemia jaringan                           (sumbatan arteri koroner).
Stimulasi reseptor nyeri karena akumulasi asam laktat (dan kimia lainnya seperti bradikinin dan enzim-enzim) dalam jaringan
2)      Spasme otot.
Stimulasi mekanik; menyebabkan iskemia jaringan.

  • Stimulasi Nociceptor:
Ketika ambang nyeri tercapai dan/atau terdapat jaringan cedera, maka akan dikeluarkan substansi antara lain: serotonin, histamin, ion potasium, asam dan beberapa enzim. Substansi tersebut menstimulasi reseptor nyeri (nociceptor). Area cedera juga akan mengeluarkan bradykinin (vasodilator kuat dan dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh) dan dapat mendorong dilepaskannya histamin (zat kimiawi penyebab inflamasi).
Bradykinin & histamine menyebabkan area injuri menjadi kemerahan (rubor), bengkak (edema), dan melunak.Bradykinin juga menstimulasi pelepasan prostaglandin.Prostaglandin dapat menstimulasi reseptor nyeri dan mempertinggi efek bradykinin dan histamin.
Substansi P juga berperan sebagai stimulan terhadap nociceptor.Substansi P merupakan neurotransmiter yang dapat mempertinggi pergerakan impuls melewati sinap saraf dari primary afferent neuron ke second-order neuron.Nociceptor dapat pula secara langsung distimulasi oleh kerusakan pada sel reseptor atau akibat dilepaskannya zat-zat kimia seperti bradykinin.








  • Jalur nyeri


1.      Jalur Ascendens
Serat saraf C dan A-δ aferen yang menyalurkan implus nyeri masuk ke medula spinalis di akar saraf dorsal.Serat-serat memisah sewaktu masuk ke korda dan kemudian kembali menyatu di kornu dorsalis posterior pada medula spinalis.Daerah ini menerima, menyalurkan, dan memproses implus sensorik.Kornu dorsalis medula spinalis dibagi menjadi lapisan-lapisan sel yang disebut lamina.Dua dari lapisan ini, yang disebut substansia gelatinosa, sangat penting dalam transmisi dan modulasi nyeri.Dari kornu dorsalis, implus nyeri dikirim ke neuron-neuron yang menyalurkan informasi ke sisi berlawanan medula spinalis di komisura anterior dan kemudian menyatu di traktus lateralis, yang naik ke talamus dan struktur otak lainnya.Dengan demikian, transmisi implus nyeri di medula spinalis bersifat kontrlateral terhadap sisi tubuh tempat implus tersebut berasal.
Traktus neospinotalamikus adalah suatu sistem langsung yang membawa informasi diskriminatif sensorik mengenai nyeri cepat atau akut dari nosiseptor A-δ ke daerah talamus.Sistem ini barakhir di dalam nucleus posterolateral ventralis hipotalamus.Nyeri disebut juga sensasi thalamus mungkin karena dibawa kesadaran oleh talamus.Sebuah neuron di thalamus kemudian memproyeksikan akso-aksonnya melalui bagian posterior kapsula interna untuk membawa implus nyeri ke korteks somatosensorik primer dan girus pascacentralis.Dipostulasikan bahwa pola tersusun ini penting bagi aspek sensorik-diskriminatif nyeri akut yang dirasakan yaitu, lokasi, sifat, dan intensitas nyeri.
Traktur paleospinotalamikus adalah suatu jalur multisinaps difus yang membawa implus ke farmasio retikularis batang otak sebelum berakhir di nukleus parafasikularis dan nukleus intralaminar lain di talamus, hipotalamus, nukleus sistem limbik, dan korteks otak depan. Karena implus disalurkan lebih lambat dari implus di traktus neospinotalamikus, maka nyeri yang ditimbulkannya berkaitan dengan rasa panas, pegal, dan sensasi yang lokalisasinya samar. Besar kemungkinannya sensasi viseral disalurkan oleh sistem ini.Sistem ini sangat penting pada nyeri kronik, dan memperantarai respons otonom terkait, perilaku emosional, dan penurunan ambang sering terjadi.Dengan demikian, jalur paleospinotalamikus disebut sebagai suatu sistem nosiseptor motivasional.

2.      Jalur Descendens
Salah satu jalur descendens yang telah diidentifikasi sebagai jalur penting dalam sistem modulasi nyeri adalah jalur yang mencakup tiga komponnen berikut:
a.       Substans grisea periakuaduktus (PAG) dan substansia grisea periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi akuaduktus Sylvius.